Tuesday, March 10, 2015

Emansipasi Wanita = Perbudakan Modern Wanita?

Suatu hari, aku melihat sepasang burung sedang mencari makan bersama dengan burung-burung lainnya. Biasanya, setiap kali nasi yang aku makan tidak habis, aku memang sengaja taruh di belakang rumah. Kali ini, ketika nasi itu sudah aku taruh, aku menemukan sepasang burung ini. Biasanya, mereka makan berkelompok tapi masing-masing mencari makanan itu sendiri. Turun ke bawah dan mematuk nasi yang tersedia.

Berbeda dengan sepasang burung ini. Yang satu tetap bertengger di atas tembok, yang satunya terbang ke bawah kemudian mematuk nasi dan kembali lagi ke atas tembok. Dia kemudian memberikan nasi yang dia bawa kepada burung yang satunya. Berkali-kali dia lakukan hal tersebut.

Tiba-tiba, pikiranku membawaku pada hal yang belakangan ini kupikirkan, tentang emansipasi wanita. Oke, mungkin burung yang terbang berkali-kali itu berjenis kelamin jantan dan burung yang menunggu di atas tembok berjenis kelamin betina. Kalau emang benar begitu adanya, aku melihat keindahan. Gimana seekor burung jantan bertindak begitu jantan dan bertanggung jawab dengan memberi makan betinanya.

Judul artikel ini mungkin terdengar begitu sadis. Mengapa emansipasi wanita disamakan dengan perbudakan modern terhadap wanita? Itulah juga yang aku pertanyakan. Apakah mungkin sekarang semuanya sudah beralih pada hal tersebut?

Firman-Nya kepada perempuan itu : "Susah payahmu waktu mengandung akan Kubuat sangat banyak; dengan kesakitan engkau akan melahirkan anakmu; namun engkau akan berahi kepada suamimu dan ia akan berkuasa atasmu." Lalu firman-Nya kepada manusia (pria) itu : "Karena engkau mendengarkan perkataan isterimu dan memakan dari buah pohon, yang telah Kuperintahkan kepadamu : Jangan makan daripadanya, maka terkutuklah tanah karena engkau; dengan bersusah payah engkau akan mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu : semak duri dan rumput duri yang akan dihasilkannya bagimu, dan tumbuh-tumbuhan di padang akan menjadi makananmu; dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau diambil; sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu."

Dari kalimat di atas, keliatan jelas sejak manusia jatuh dalam dosa, yang cowok disuruh kerja dan berat. Yang cewek ngelahirin dengan susah payah bahkan kesakitan. Tapi aku ngeliat ya, di jaman ini ga lagi kayak gitu.

Di jaman dulu, aku tuh suka banget dengan tipe cowok yang kalau berani berumah tangga, berarti mereka rela buat nafkahin keluarganya. Mereka ngerjain apa aja pokoknya yang penting keluarganya cukup makan dan sandang. Bahkan rela kerja buat bisa penuhi masalah papan. Contoh nyatanya tuh kayak Yakub. Dia rela kerja buat ngelamar istrinya. Meski ditipu, dia rela kerja lagi buat dapetin gadis pujaannya. Abis itu, dia juga kerja demi dapet ternak sampai dia punya kekayaan yang lumayan.

Dia ga nyuruh tuh istrinya buat kerja. Tapi istrinya memang mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Dan itu masih berlaku menurut aku sampai sekarang.

Mau dibilang kolot, mau dibilang udah ketinggalan jaman, menurut aku begitulah akar keluarga yang benar. Si suami jadi pencari nafkah dan si istri jadi koordinator di rumah. Kepala rumah tangga tetap dipegang suami. Istri harus tunduk pada suami dan suami jadi penolong.

Kalau sekarang, aku kok skeptis dan nganggap bahwa cowok sekarang ga cukup jantan. Ya alasannya itu, dengan alasan emansipasi wanita (karena udah banyak wanita yang berkarir), mereka pikir para wanita pun harus kerja untuk membiayai kehidupan keluarga. Sudah sewajarnya kalau wanita juga kerja.

Aku bukannya ga suka kerja. Aku sendiri seorang pekerja dan aku pengen terus kerja mengejar impianku dalam hal berkarir. Tapi ketika hal itu disalahgunakan akan berabe jadinya. Ada yang pada akhirnya malah jadi tulang punggung keluarga. Suaminya yang ga mau nyari kerjaan, istrinya susah sendiri. (Hal ini ga berlaku kasus dimana ada suami yang jadi bapak rumah tangga dan istri yang berkarir. Kalau mereka memang memutuskan begitu, itu baik buat mereka karena didasarkan keputusan bersama.)

Aku ngomong hal ini karena menurut aku, emansipasi wanita itu udah disalahgunakan. Kalau boleh aku artikan dengan bahasaku sendiri, emansipasi itu adalah kesederajatan wanita dan pria yang sama di hadapan Tuhan. Wanita juga punya kesempatan yang sama untuk berkarir dan melakukan hal-hal yang sama seperti pria, layaknya seperti seorang manusia biasa. Namun emansipasi itu ada saat itu adalah keinginan wanita. Kehendak bebas mereka untuk menentukan dan bukannya ditentukan oleh orang lain, sekalipun itu suami mereka.

Tentu hal ini jadi berbeda ketika wanita itu sendiri dengan sukarela mengejar karir demi keluarga. Itu berarti memang dari wanita itu sendiri. Tentunya hal ini banyak bedanya.

Mungkin banyak lelaki yang akan komplen soal hal ini, tapi cobalah melihat dari sisi lain. Wanita memang ditakdirkan untuk menjadi penolong tapi bukan pembantu. Mereka ada di bawah kuasa lelaki bukan untuk ditaklukkan tapi untuk dilindungi. Tuhan juga bicara bahwa wanita pun diciptakan menurut rupa-Nya. Itu artinya, keduanya baik laki-laki ataupun perempuan sama di hadapan-Nya.

Untuk para lelaki, karena kalian diciptakan sebagai kepala keluarga, kalian ada untuk mengatur jalannya biduk rumah tangga kalian. Kalian ada sebagai satu kekuatan penuh bagi tiap anggota keluarga. Seberapa susahnya hal itu, buatlah keluargamu sebahagia mungkin. Bertanggung jawablah dalam menafkahi mereka, dalam setiap tugas yang telah Tuhan tetapkan atas kalian. Untuk mengusahakan 'tanah' kalian masing-masing sehingga anak istri dapat merasakan aman dalam naungan kalian. Kalian adalah kepala dari suatu rumah tangga dan jadilah seperti itu.

Emansipasi wanita ada saat itu memang pilihan si wanita tanpa dipaksa
Emansipasi datang saat wanita diberikan kebebasan untuk mengejar impiannya
Tapi emansipasi ternoda saat hal itu dipakai sebagai alasan untuk 'memberdayakan' wanita

Selamat Hari Wanita Sedunia

No comments:

Post a Comment