Judul : Belieber! Ketenaran, Iman, dan Hati Seorang Justin Bieber
Pengarang : Cathleen Falsani
Penerbit : Immanuel
Halaman : 263 halaman
Hari ini saya menyelesaikan membaca buku ini setelah 2 hari sebelumnya saya mulai. Buku ini memang bukan wawancara langsung dengan nara sumber aka Justin Bieber dan orang-orang sekitarnya, tapi diambil dari berbagai berita ataupun twitter Justin. Tapi saya melihat bahwa dari sisi pandang orang luar pun, kehidupan Justin seperti surat yang terbuka, meskipun memang kadang surat itu penuh coretan kasar. Percayalah, saya juga seorang belieber. Mungkin tidak segila dulu tapi saya masih percaya bahwa Justin seorang anak Tuhan, yang mungkin saja sekarang agak berubah haluan karena sedang mencari jati dirinya. Saya sungguh berharap dia muncul lebih bersinar lagi untuk Tuhan.
Saya ingat bagaimana seorang teman sangat tidak suka dengan lagu "Baby" yang dilantunkannya sementara saya bisa memutarnya sebanyak minimal 20 kali setiap hari. Saya ingat lagu ini memberikan saya suatu perasaan berharga, suatu perasaan cinta yang pernah saya rasakan tapi tak tersampaikan
Saya juga ingat bagaimana kehidupan saya seolah-olah ditarik oleh pesona anak kecil (mengingat umur saya jauh lebih tua darinya) yang memancarkan sukacita, keceriaan, bandel tapi juga memancarkan imannya.
Buku yang disusun secara runut waktu ini juga membuat saya menyadari bahwa betapa beratnya perjuangan seorang ibu muda dalam menggapai imannya sekaligus menghadapi pergumulan kehidupan dalam dunia ini. Saya jadi lebih memahami bagaimanapun kita adalah manusia biasa, yang kadang bisa lemah dan jatuh. Tapi yang jadi pembeda adalah bagaimana kita tetap bangkit kembali.
Buku ini juga mengajarkan pada saya agar tidak menghakimi. Saat unbelieber mencemooh Justin, saat itulah mereka sudah menghakiminya. Tapi Yesus pernah berkata, "Siapa yang tidak pernah berdosa, dialah yang harus melempar pertama kali." Semua orang berdosa, semua orang pernah berbuat salah tapi pertanyaannya adalah apakah kita terus melakukan dosa itu atau berbalik arah. Ini pertanyaan yang penting.
Justin juga begitu. Dia pernah bertindak bodoh, mengacungkan jari tengah, memaki wartawan, mungkin bahkan mabuk-mabukan dan ditangkap polisi, saya tahu dia manusia biasa. Dia bisa saja salah dan buat dosa tapi saya yakin dia akan kembali mengejar identitasnya yang sesungguhnya yaitu identitas sebagai anak terang.
Memang sekarang saya tidak seperti dulu lagi terhadap Justin. Dulu saya begitu fanatik dan berharap banyak padanya, bahwa dia akan terus memancarkan terang. Sesungguhnya berharap pada manusia akan mengecewakan. Saya juga seperti terlalu 'bergantung' padanya, bahwa dia idola yang sempurna dan akan terus sempurna. Saya terlalu terobsesi dengan kehidupannya dan bagaimana melihat dia bertumbuh, baik jasmani maupun rohani. Saya terlalu kagum bagaimana seorang anak muda dapat begitu dewasa dalam syair lagunya, bagaimana dia dapat memberkati begitu banyak orang. Tapi saya lupa bahwa justru di situlah saya salah. Saya terlalu berharap pada Justin daripada dengan Tuhan
Saya lupa satu hal. Dalam perjalanan hidup manusia, ada kebodohan-kebodohan yang pernah kita buat, yang terkadang disesali. Tapi ya itulah hidup. Dari situ, ada orang yang jadi bisa mengambil hikmahnya dan kemudian belajar. Tapi ada juga yang masih terus melakukan hal yang sama sampai dia kehabisan energi. Bukan berarti dia tidak mau berubah, hanya saja saat itu matanya masih tertutup.
Buku ini mengajarkan saya hal-hal di atas. Membuat saya merenung bahwa saya pun banyak membuat kebodohan. Bedanya saya dengan Justin adalah kalau kebodohan saya itu tidak banyak atau mungkin tidak ada yang tahu sedangkan Justin selalu disorot.
Saya mau belajar bertumbuh dewasa lebih lagi di dalam Tuhan. Saya juga berdoa agar Justin mengalami pendewasaan rohani lebih lagi lewat segala hal yang terjadi di dalam hidupnya. Segala sesuatu mendatangkan kebaikan bagi orang-orang yang mengasihi Allah.
No comments:
Post a Comment