Thursday, January 30, 2014

Wanita yang Rata-Rata

Aku adalah wanita yang rata-rata....
Tinggiku 160cm, tinggi rata2 wanita bukan? Maka dari itu, ketika aku ingin jadi pramugari, aku ga bisa karena syaratnya harus min 165cm....
Aku juga punya ukuran kaki yang rata2 banyak dimiliki wanita, yaitu 38-39cm. Coba tanya pada dept store yang jual sepatu, mereka paling banyak stock ukuran brp? Ukuran brp yang paling banyak diminta para wanita? Jawabannya pasti 38-39cm.
Dulunya aku berpikir aku punya otak yang lumayan encer, namun setelah kutelusuri raportku, ternyata aku juga berada di tempat yang rata2. Peringkatku selalu ada di tengah2....jarang sekali aku menempati 10 besar. Ternyata, aku juga punya otak yang rata2.
Bagaimana dengan tampangku? Tampangku juga rata2. Itu menurutku, meski ada yang berpendapat berlebihan tentang aku, hehehehhe..namun ada jg yang berpendapat kurang :( so sad

Karena terbiasa dengan rata2, aku selalu melakukan hal yang rata2. Dulu aku melakukan semua yang aku pikir orang lakukan juga...TK, SD, SMP, SMA kemudian kuliah dan bekerja. Hanya saja, aku bekerja dulu sebelum kuliah.
Karena selalu merasa rata2, aku melakukan pekerjaan yang kupikir juga aku bisa, accounting. Aku blm tahu apa yang menjadi passionku sampai aku berumur 28 tahun. Tanyakan pada orang2, rata2 mereka pun tak tahu apa yang jadi passion mereka. Yang pasti bekerja menghasilkan uang dan punya kehidupan mapan.
Karena rata2 itu juga, aku tidak melakukan sesuatu yang istimewa bagi Allah yang aku sembah dan juga bagi sesamaku. Aku hanya melakukan kehidupan sehari2 yang aku bisa...bangun tidur, bekerja, pulang ke rumah, tidur, dan begitu lagi setiap hari.
Terlalu banyak rata2 bukan?

Karena itu, utk tidak menjadi rata2, aku perlu berjuang keras. Aku ingin menghidupi passionku dan menjadi orang yang berguna. Aku ingin jadi Thomas Alfa Edison yang gagal ribuan kali namun tetap berusaha. Aku ingin jadi Bong Chandra yang punya ide brilian sejak masa mudanya. Aku ingin jadi seperti Jokowi dengan gaya blusukannya yang khas. Aku ingin jadi seperti Yesus yang berkorban semuanya.

Tapi yang terpenting, aku ingin jadi diriku sendiri, melakukan yang terbaik yang aku bisa. Berusaha sampai titik darah penghabisan, benar-benar dilakukan dan tidak pernah setengah2 lagi dalam melakukan apapun dan memberikan yang terbaik buat keluarga, teman, lingkungan sekitarku.

Friday, January 24, 2014

Ketika Pemilik Stasiun TV Menjadi Politikus

Akhir-akhir ini melihat dunia politik, saya jadi gerah. Saya yang tidak begitu suka berpolitik, merasakan desakan untuk membuat artikel semacam ini. Ini artikel saya yang pertama tentang dunia politik, dimana pemilik stasiun televisi menjadi politikus. Ini sebuah pemikiran saja. Tolong dipikirkan lebih mendalam, apakah dunia politik dan dunia pertelevisian di Indonesia memang berada di jalur yang benar?
Sejak beberapa tahun belakangan ini, saya banyak membaca bahwa beberapa pemilik stasiun televisi mencalonkan diri dan ikut serta dalam Pemilu 2014. Bahkan, ada yang sejak lama sudah menjadi seorang politikus.
Pertanyaan saya langsung muncul : Apakah stasiun televisi tersebut akan objektif dalam menyampaikan berita dan fakta-fakta yang ada ataukah dia timpang sebelah? Bukankah tidak mungkin stasiun tersebut hanya akan menyampaikan 'kebaikan' dari si pemilik yang mencoba ikut dunia politik, tanpa mempertimbangkan dan memberitakan kenyataan tentang 'kebaikan' lawan politiknya? Bukankah mungkin-mungkin saja terjadi bahwa ada keterpihakan kepada pemilik stasiun televisi tersebut?
Menurut KBBI, berita /be·ri·ta/ n 1 cerita atau keterangan mengenai kejadian atau peristiwa yg hangat; kabar: semalam dia mendengar -- bahwa kampungnya dilanda banjir; 2 laporan: ia bertugas membuat -- harian; 3 pemberitahuan; pengumuman: -- redaksi;
Namun, jika berita disitir dan diubah sesuai dengan pemiliknya, maka berita bukan lagi menjadi milik masyarakat. Jika sudah begitu, apakah gunanya bagi masyarakat melihat berbagai macam berita yang tujuannya bukan untuk mendidik masyarakat lebih pintar dan objektif, namun malah menjerat mereka mengikuti suatu pola tertentu?
Menurut hemat saya, pemerintah perlu memperhatikan dan memikirkan ulang bahkan mungkin membuat peraturan yang jelas tentang hal ini. Saya kuatir, pemberitaan di Indonesia tidak lagi sehat. Lantas, bagaimana masyarakat bisa melihat kebenaran, jika berita-beritanya saja sudah tidak objektif lagi.

Apakah ini sebuah pemikiran yang benar ataukah salah? Silahkan Anda nilai sendiri dan mungkin ada ide yang lebih baik dari Anda sehingga negara kita menjadi negara yang benar-benar demokratis, objektif, dan maju tentunya.

Tuhan berkati

Tuesday, January 21, 2014

Pertolongan Tuhan Tidak Pernah Terlambat

Suatu hari, keadaan keuangan Anggun begitu mendesak. Uang kost udah ditagih, setelah dua hari lamanya dari masa tenggat uang kost belum dibayar. Hari Minggu itu, Anggun menunggu transfer dari teman yang telah berjanji akan membayar uang hasil jasanya dari fotografi. Uang kostnya pun terpakai Rp 100.000 dalam pekerjaan itu sehingga dia kekurangan uang. Tunggu punya tunggu, Anggun tetap tidak dikirimin uang.
Dia mencoba cara lain, meminta temannya yang lain yang berhutang padanya.
"Ani, kalau bisa kirimin aku uang, hutangmu yang waktu itu dong, penting banget nih..."
"Aduh, Anggun, kok ga bilang dari tadi? Aku barusan dari ATM. Kamu kan tahu sendiri daerah di sini, ATM-nya jauh dan perlu satu jam untuk pergi ke sana."
Anggun pun menyadari hal itu dan dia mengerti mengapa Ani tak bisa mengirim uang itu pada saat dia butuhkan. Jadi dia pun tambah kebingungan.

***

Di tempat yang lain, pada waktu yang hampir bersamaan, Lisa baru saja selesai ibadah. Dia berniat mampir ke pernikahan temannya, Nani, meskipun terlambat. Sudah beberapa kali Nani bilang ke Lisa bahwa dia harus datang. Mungkin karena Nani bertemu dengan suaminya karena kegiatan yang diadakan oleh Lisa. Bahkan Nani mengirimkan undangan pernikahan itu khusus untuk Lisa. Lisa pun sudah berdandan, maksud hati biar langsung tampil oke sesampainya di pesta, sandal widges-nya yang cantik itu pun sudah dipakainya (cuit-cuitttt)
Namun, ternyata hujan deras mengguyur jalanan dengan derasnya, padahal Lisa ga bawa payung. Setengah jam kemudian, hujan pun menjadi rintik-rintik. Jam menunjukkan pukul 19.30 WIB, dia sudah terlambat setengah jam ke pernikahan Nani.
Lisa buru-buru ke tempat perhentian bus, menunggu bus yang menuju tempat pernikahan itu dilangsungkan. Setengah jam menunggu, ternyata bus nya tak juga datang. Lisa pun akhirnya membatalkan niatnya ke pernikahan Nani karena percuma saja. Sesampainya di sana, pesta pasti sudah bubar. Ternyata ada maksud Tuhan dari kejadian tersebut.

***
Penantian Anggun tak juga berbuahkan jawaban. Anggun yang duduk di kursi salah satu gerai toko itu hanya bisa termenung. Lama-kelamaan, air mata menetes di pipinya. Dia merasa saat itu berada pada titik yang paling rendah dalam hidupnya.
Uangnya hanya kurang Rp 100.000 untuk membayar kost, namun sepertinya tidak ada jalan keluar lagi. Temannya yang bekerjasama dengannya saat melakukan job itu pun tidak punya uang di banknya. Semua cara yang ditempuh Anggun mengalami jalan buntu.
Di tengah hujan yang mengguyur, air matanya pun membasahi pipinya. Namun nampaknya tidak seorang pun yang duduk di sana peduli. Anggun hanya menangis dalam diam. Berjam-jam menunggu janji yang tak pasti, Anggun pun akhirnya pulang. Dia menunggu bus yang akan membawanya pulang.
Sebelum pulang, Anggun sempat berdoa. "Tuhan, jikalau memang uang itu belum ada malam ini, maka jangan biarkan aku bertemu dengan pemilik kost." doa Anggun sungguh-sungguh. Dia malu bertemu pemilik kost karena tak mampu bayar uang sewa kamar.

***
Lisa berlari-lari menuju halte untuk menunggu bus yang lain yang akan membawanya pulang ke rumah. (Bukan rumah Bapa yang di surga ya, hehehhe). Lama ditunggu, busnya tidak datang-datang juga. Tapi apa daya, karena memang bus itu shuttle khusus pulang ke rumahnya dan satu-satunya, Lisa pun menunggu.
Singkat cerita, setelah sejam menunggu, bus shuttle itupun datang.
"Lisa..."
"Wah, bisa ketemuan di sini yaa, aku duduk di sebelahmu aja yaa"
Lisa pun langsung duduk di sebelah Anggun.
Dalam perjalanan, mereka bercerita tentang segala hal yang terjadi di dalam hidup mereka. Perjalanan satu setengah jam itu pun tak terasa.
Setelah sampai di terminal, Lisa dan Anggun masih harus melanjutkan perjalanan dengan sepeda motor sekitar 10 menit lamanya. Lisa mengajak Anggun membonceng motornya, karena kebetulan saat itupun hujan masih terus turun meski hanya rintik-rintik.
Di situlah Anggun meminta pertolongan Lisa untuk meminjam uang Rp 100.000. Lalu, apa yang terjadi? Percaya atau tidak, di dompet Lisa sendiri tersisa Rp 100.000, uangnya pas untuk menolong Anggun.

***
Keesokan harinya, uang hasil jasanya Anggun sudah ditransfer (ingat, dia menunggu uang itu kemarin sore sampai malam hari), sehingga dia pun bisa membayarnya kembali kepada Lisa. Saat itu, Anggun bercerita bahwa kemarin dia mengalami kesulitan keuangan gara-gara uang Rp 100.000 saja. Bagaimana Anggun berusaha mencari jalan, namun tak ada jalan keluar.
"Mungkin bagi orang lain Rp 100.000 itu kecil, tapi bagi saya kemarin, saya begitu terpuruk. Saya berada di titik yang paling rendah. Saya sama sekali ga bisa bayar uang kost meski hanya kurang Rp 100 ribu," cerita Anggun kepada Lisa.
"Tapi ketika saya menyerah, Tuhan baru campur tangan. Seolah-olah Tuhan mau mengajarkan saya agar saya bergantung pada-Nya dan melihat bagaimana Dia bekerja," ujar Anggun kemudian. Memang pertolongan Tuhan tak pernah terlambat. Di saat Anggun begitu putus asa, Tuhan mengirimkan Lisa untuk membantunya.
Ini kisah nyata yang mengajarkan pada kita bahwa ada Tuhan yang bersama kita. Di saat masalah itu datang, berserah aja pada Tuhan. Mungkin kita sudah putus asa banget, ga tahu harus gimana, ga tahu harus ngapain, tapi jangan menyerah. Lihatlah, pertolongan Tuhan tak pernah terlambat. Apa yang ga kita pikirkan, itulah yang Tuhan sediakan. Kita akan terkagum-kagum dibuat-Nya.