Sebenernya aku belum punya anak, bahkan aku belum merit, heheheh. Cuma, aku punya surat ini untuk anak-anakku kelak. Entah itu anak angkat, anak rohani, atau anak kandung. Aku punya impian ini buat mereka.
Sebagai orangtua yang pernah gagal di masa mudanya, aku tahu pasti kalau kita punya impian yang dulunya ingin kita wujudkan namun ga berhasil. Aku mungkin ga akan pernah jadi musisi, tapi aku ga akan maksain anak-anakku untuk jadi seorang musisi. Mungkin aku ga bisa jadi organisator yang baik yang punya bukti bahwa aku seorang organisator, tapi itupun ga akan aku paksain. Apapun impianku, itu tetap jadi impianku doang. Tapi aku punya impian lain buat anak-anakku kelak.
Aku cuma mau bilang pada mereka untuk TERUS MENJADI APA YANG MEREKA IMPIKAN. Tapi jangan lupa untuk jadi yang terbaik di dalam hal itu. Jangan mau kompromi dengan keadaan, tapi terus terobos itu hingga berhasil.
----
Misalnya suatu hari nanti, anakku ingin menjadi pelukis terkenal. Jangan mau kompromi untuk bersekolah di sekolah biasa. Sekolahlah di sekolah yang punya kurikulum tentang menggambar yang terbaik. Jika suatu hari nanti, aku sebagai orangtua tak mampu membiayaimu, jangan kuatir dan kompromi. Usahakanlah untuk mendapatkan beasiswa di sekolah itu. Usahakanlah suatu jalan dan jadilah berhasil, karena Bapamu di surga kaya dan mampu memenuhi kebutuhanmu.
Namun jika memang pada akhirnya engkau blm dpt memenuhi impianmu, jangan kecewa. Hal itu terjadi pasti ada sebabnya. Kita ga akan tau apa sebabnya tapi yakinlah Nak, Tuhan tetap kasih yg terbaik. Lagian belum berhasil itu bukan berarti gagal. Kegagalan sekalipun merupakan kesuksesan yg tertunda. Yang penting adalah JANGAN MENYERAH
Jangan mau kompromi kalau suatu hari nanti, temen-temen kamu ngasih pengaruh yang buruk. Cita-citamu jadi terlihat tak menarik dan kamu diajak untuk bersenang-senang. Ingatlah Nak, ada hal-hal yang terlihat menarik namun konsekuensinya yang ga enak itu harus kamu tanggung seumur hidup. Pikirkanlah sebelum bertindak, karena sebuah tindakan itu seperti kamu menorehkan tulisan di sebuah batu, tidak bisa dihapus kembali.
Jika suatu hari nanti, kamu ngeliat ga ada kesempatan untuk mengejar impianmu. Kalau jalan terasa buntu, kalau orang-orang sepertinya tak memberimu kekuatan malah melemahkanmu, malah menganggap engkau ga bisa, jangan pernah menyerah. Selama apa yang kau impikan itu mulia, ada aku dan Tuhan yang mendukungmu. Kamu tahu kan, betapa besarnya kekuatan Tuhan itu? Dia pasti bisa mewujudkan apapun yang engkau mau. Ketoklah terus pintu-Nya, ketok tanpa henti Nak.
----
Kenapa aku nulis ini?
Aku dulu melakukan banyak kompromi. Ketika aku merasa tak berbakat jadi seorang penulis, aku berhenti mengejar cita-citaku. Aku mencari hal lain yang dapat kukerjakan. Pada akhirnya, hidupku rata-rata saja. Tidak ada talenta lebih, tak ada kesempatan lebih. Hanya secukupnya. Ketika aku ga bisa kuliah, aku ga ngotot untuk cari beasiswa atau mungkin uang tambahan biar aku bisa kuliah di universitas pilihanku. Pada akhirnya, aku hanya sekedar kuliah untuk mendapatkan status.
Ketika semua orang ngomongin aku kalau aku ga bisa, aku ga ngotot untuk membuktikan pada mereka kalau aku ga bisa. Aku menyerah karena aku tahu aku pun meragukan diriku sendiri. Tapi aku lupa bahwa aku punya Allah yang luar biasa. Kalau aku ga bisa, Dia pasti buat bisa.
Aku mulai menebusnya mulai saat ini. Ga ada yang terlambat untuk segala sesuatu. Mulai sekarang, aku hanya ingin yang terbaik, aku hanya melakukan yang terbaik. Mungkin hatiku bakalan menjerit, tubuhku bakalan memberontak, dan pikiranku bakalan sengsara. Tapi sebuah perubahan ke arah lebih baik emang seringkali ga enak, namun dampaknya akan aku rasakan untuk seumur hidup.
Jadi aku mulai mengharapkan yang terbaik. Aku terus melatih diriku untuk melakukan yang terbaik. Aku pun menginginkan yang terbaik. Allah pun menjanjikan aku yang terbaik, jadi mengapa tidak? Kalau punya suami, aku mau yang terbaik yang bisa Tuhan berikan. Aku yakin, pada akhirnya tentu Tuhan pun mempercayakan aku anak-anak yang terbaik yang aku punya. Kalau aku dipercayakan suatu talenta, aku ingin mengembangkannya hingga mencapai maksimal. Kalau aku dipercayakan suatu harta, aku ingin harta itu menjadi kekal di surga. Artinya, aku akan mempergunakannya untuk apa yang Allah perintahkan.
Segala sesuatu yang aku harapkan, pikirkan, kerjakan, dapatkan adalah yang terbaik semata. Menurut aku, memang meski aku ga meraih yang terbaik di masa kecil dan masa mudaku, pada akhirnya kalau bersama Tuhan, aku akan tetap dapatkan yang terbaik. Aku hanya perlu berjuang dan berdoa....
Monday, March 16, 2015
Thursday, March 12, 2015
Hubungan yang Ditaruh di Dalam Hati
Aku suka komik, ada banyak cerita yang bisa menghibur sekaligus memberi makna di hidupku. Ya begitulah cewek, pasti maen perasaan dan sukanya yang melodrama hehehehhe. Nah, ada satu komik yang aku ingat dan melekat kuat kisahnya di otakku. Komik karangan Yu Asagiri, salah satu pengarang kesukaanku, membuat aku mengerti makna bagaimana suatu hubungan yang benar-benar dihayati, yang ditaruh di dalam hati, yang dipikirkan siang dan malam.
Adalah seorang cowok Jepang (ya iyalah, namanya juga komik Jepang), yang lamban bernama Kenshin (ini kalau ga salah ya, tapi kita anggap aja sekarang namanya Kenshin, wkkwkw). Btw, ini cerita tentang anak SMA ya. Dari kecil dia berteman akrab dengan seorang wanita, kalo ga salah namanya Miyu. Saat mereka masih kecil, Miyu pernah berkata begini. "Aku ingin menjadi wanita yang paling berbahagia di dunia, maukah kau mewujudkannya, Kenshin?"
Dari kecil sampai SMA, Kenshin mencoba berpikir apa yang dapat membuat Miyu bahagia. Sayangnya, dia tak dapat menemukannya. Dia sadar bahwa dirinya hanyalah seorang pria lamban. Karena itu, ketika akhirnya Miyu cantik yang telah tumbuh dewasa itu dikejar cowok, Kenshin merelakannya. Dia berpikir bahwa itulah yang terbaik buat Miyu. Miyu ingin menjadi wanita yang paling berbahagia dan dia akan mendapatkannya, begitu pikirnya.
Begitu juga seharusnya kita terhadap seseorang yang kita cintai, termasuk Tuhan. Itulah kenapa kita harus renungkan firman Tuhan siang dan malam. Kalau kita renungkan, mungkin kita ga ngerti maksud firman itu, tapi firman itu melekat. Di saat hati kita melekat pada-Nya, Dia akan melekat pada kita. Mungkin kita akan salah menafsirkan dan kemudian bertindak bodoh, tapi yakinlah kebodohan yang dilandasi dengan perenungan ingin menyenangkan-Nya diperhitungkan-Nya.
Kenshin yang sudah SMA merelakan Miyu pacaran dengan orang lain. Miyu yang sebenarnya punya rasa itu mencoba membuatnya cemburu, tapi Kenshin tetap biasa aja. Karena baginya, yang terpenting adalah kebahagiaan Miyu. Sampai akhirnya, Kenshin ditantang oleh pacar Miyu untuk menonton pertunjukan mereka yang akan jadi perbincangan hangat. Kenshin yang telah membuat Miyu menangis itupun pada akhirnya lebih memilih menonton Miyu dibandingkan menghadiri pertandingan kendonya.
Kenshin yang lamban pada akhirnya mengerti bahwa Miyu bahagia bila bersamanya, sekalipun dia lamban dan punya kekurangan. Kenapa? Karena dia terus berpikir bagaimana cara membuat Miyu bahagia. Dia tak pernah berhenti berusaha untuk mengerti bagaimana caranya membuat Miyu bahagia.
Seringkali dalam hubungan pacaran, kita hanya mencoba menyenangkannya dan membuat hubungan itu semenyenangkan mungkin. Yang kita tampakkan hanyalah hal-hal yang baik dari dalam kita. Kita hidup dalam ilusi dalam suatu hubungan yang romantis. Hanya yang di luar saja.
Kita mencoba mengerti tentang dirinya, tapi kita tidak menaruhnya di dalam hati. Benar-benar menaruhnya di dalam hati. Misalnya saja, memikirkan apakah dia bisa bahagia denganku? Apakah sikapku takkan membuatnya kecewa? Apakah sikapku menunjukkan integritasku sebagai seorang pacar? Bagaimana hubungan kami dapat lebih baik lagi? Bagaimana kami bisa sama-sama bertumbuh di dalam Tuhan? Apakah aku benar-benar tipe setia? Apakah aku mencintai dia apa adanya atau ada apanya?
Ketika suatu hubungan dipikirkan secara mendalam, saling berkomunikasi, saling mencoba mengerti, dan saling menjaga perasaan masing-masing, maka hubungan itu sedikit banyak akan menjadi hubungan yang tidak egois. Terlebih lagi, hubungan itu akan menjadi hubungan yang saling membangun, saling melengkapi, dan itulah hubungan yang dapat membawa pada pernikahan yang murni.
Adalah seorang cowok Jepang (ya iyalah, namanya juga komik Jepang), yang lamban bernama Kenshin (ini kalau ga salah ya, tapi kita anggap aja sekarang namanya Kenshin, wkkwkw). Btw, ini cerita tentang anak SMA ya. Dari kecil dia berteman akrab dengan seorang wanita, kalo ga salah namanya Miyu. Saat mereka masih kecil, Miyu pernah berkata begini. "Aku ingin menjadi wanita yang paling berbahagia di dunia, maukah kau mewujudkannya, Kenshin?"
Dari kecil sampai SMA, Kenshin mencoba berpikir apa yang dapat membuat Miyu bahagia. Sayangnya, dia tak dapat menemukannya. Dia sadar bahwa dirinya hanyalah seorang pria lamban. Karena itu, ketika akhirnya Miyu cantik yang telah tumbuh dewasa itu dikejar cowok, Kenshin merelakannya. Dia berpikir bahwa itulah yang terbaik buat Miyu. Miyu ingin menjadi wanita yang paling berbahagia dan dia akan mendapatkannya, begitu pikirnya.
Begitu juga seharusnya kita terhadap seseorang yang kita cintai, termasuk Tuhan. Itulah kenapa kita harus renungkan firman Tuhan siang dan malam. Kalau kita renungkan, mungkin kita ga ngerti maksud firman itu, tapi firman itu melekat. Di saat hati kita melekat pada-Nya, Dia akan melekat pada kita. Mungkin kita akan salah menafsirkan dan kemudian bertindak bodoh, tapi yakinlah kebodohan yang dilandasi dengan perenungan ingin menyenangkan-Nya diperhitungkan-Nya.
Kenshin yang sudah SMA merelakan Miyu pacaran dengan orang lain. Miyu yang sebenarnya punya rasa itu mencoba membuatnya cemburu, tapi Kenshin tetap biasa aja. Karena baginya, yang terpenting adalah kebahagiaan Miyu. Sampai akhirnya, Kenshin ditantang oleh pacar Miyu untuk menonton pertunjukan mereka yang akan jadi perbincangan hangat. Kenshin yang telah membuat Miyu menangis itupun pada akhirnya lebih memilih menonton Miyu dibandingkan menghadiri pertandingan kendonya.
Kenshin yang lamban pada akhirnya mengerti bahwa Miyu bahagia bila bersamanya, sekalipun dia lamban dan punya kekurangan. Kenapa? Karena dia terus berpikir bagaimana cara membuat Miyu bahagia. Dia tak pernah berhenti berusaha untuk mengerti bagaimana caranya membuat Miyu bahagia.
Seringkali dalam hubungan pacaran, kita hanya mencoba menyenangkannya dan membuat hubungan itu semenyenangkan mungkin. Yang kita tampakkan hanyalah hal-hal yang baik dari dalam kita. Kita hidup dalam ilusi dalam suatu hubungan yang romantis. Hanya yang di luar saja.
Kita mencoba mengerti tentang dirinya, tapi kita tidak menaruhnya di dalam hati. Benar-benar menaruhnya di dalam hati. Misalnya saja, memikirkan apakah dia bisa bahagia denganku? Apakah sikapku takkan membuatnya kecewa? Apakah sikapku menunjukkan integritasku sebagai seorang pacar? Bagaimana hubungan kami dapat lebih baik lagi? Bagaimana kami bisa sama-sama bertumbuh di dalam Tuhan? Apakah aku benar-benar tipe setia? Apakah aku mencintai dia apa adanya atau ada apanya?
Ketika suatu hubungan dipikirkan secara mendalam, saling berkomunikasi, saling mencoba mengerti, dan saling menjaga perasaan masing-masing, maka hubungan itu sedikit banyak akan menjadi hubungan yang tidak egois. Terlebih lagi, hubungan itu akan menjadi hubungan yang saling membangun, saling melengkapi, dan itulah hubungan yang dapat membawa pada pernikahan yang murni.
Tuesday, March 10, 2015
Emansipasi Wanita = Perbudakan Modern Wanita?
Suatu hari, aku melihat sepasang burung sedang mencari makan bersama dengan burung-burung lainnya. Biasanya, setiap kali nasi yang aku makan tidak habis, aku memang sengaja taruh di belakang rumah. Kali ini, ketika nasi itu sudah aku taruh, aku menemukan sepasang burung ini. Biasanya, mereka makan berkelompok tapi masing-masing mencari makanan itu sendiri. Turun ke bawah dan mematuk nasi yang tersedia.
Berbeda dengan sepasang burung ini. Yang satu tetap bertengger di atas tembok, yang satunya terbang ke bawah kemudian mematuk nasi dan kembali lagi ke atas tembok. Dia kemudian memberikan nasi yang dia bawa kepada burung yang satunya. Berkali-kali dia lakukan hal tersebut.
Tiba-tiba, pikiranku membawaku pada hal yang belakangan ini kupikirkan, tentang emansipasi wanita. Oke, mungkin burung yang terbang berkali-kali itu berjenis kelamin jantan dan burung yang menunggu di atas tembok berjenis kelamin betina. Kalau emang benar begitu adanya, aku melihat keindahan. Gimana seekor burung jantan bertindak begitu jantan dan bertanggung jawab dengan memberi makan betinanya.
Judul artikel ini mungkin terdengar begitu sadis. Mengapa emansipasi wanita disamakan dengan perbudakan modern terhadap wanita? Itulah juga yang aku pertanyakan. Apakah mungkin sekarang semuanya sudah beralih pada hal tersebut?
Firman-Nya kepada perempuan itu : "Susah payahmu waktu mengandung akan Kubuat sangat banyak; dengan kesakitan engkau akan melahirkan anakmu; namun engkau akan berahi kepada suamimu dan ia akan berkuasa atasmu." Lalu firman-Nya kepada manusia (pria) itu : "Karena engkau mendengarkan perkataan isterimu dan memakan dari buah pohon, yang telah Kuperintahkan kepadamu : Jangan makan daripadanya, maka terkutuklah tanah karena engkau; dengan bersusah payah engkau akan mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu : semak duri dan rumput duri yang akan dihasilkannya bagimu, dan tumbuh-tumbuhan di padang akan menjadi makananmu; dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau diambil; sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu."
Dari kalimat di atas, keliatan jelas sejak manusia jatuh dalam dosa, yang cowok disuruh kerja dan berat. Yang cewek ngelahirin dengan susah payah bahkan kesakitan. Tapi aku ngeliat ya, di jaman ini ga lagi kayak gitu.
Di jaman dulu, aku tuh suka banget dengan tipe cowok yang kalau berani berumah tangga, berarti mereka rela buat nafkahin keluarganya. Mereka ngerjain apa aja pokoknya yang penting keluarganya cukup makan dan sandang. Bahkan rela kerja buat bisa penuhi masalah papan. Contoh nyatanya tuh kayak Yakub. Dia rela kerja buat ngelamar istrinya. Meski ditipu, dia rela kerja lagi buat dapetin gadis pujaannya. Abis itu, dia juga kerja demi dapet ternak sampai dia punya kekayaan yang lumayan.
Dia ga nyuruh tuh istrinya buat kerja. Tapi istrinya memang mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Dan itu masih berlaku menurut aku sampai sekarang.
Mau dibilang kolot, mau dibilang udah ketinggalan jaman, menurut aku begitulah akar keluarga yang benar. Si suami jadi pencari nafkah dan si istri jadi koordinator di rumah. Kepala rumah tangga tetap dipegang suami. Istri harus tunduk pada suami dan suami jadi penolong.
Kalau sekarang, aku kok skeptis dan nganggap bahwa cowok sekarang ga cukup jantan. Ya alasannya itu, dengan alasan emansipasi wanita (karena udah banyak wanita yang berkarir), mereka pikir para wanita pun harus kerja untuk membiayai kehidupan keluarga. Sudah sewajarnya kalau wanita juga kerja.
Aku bukannya ga suka kerja. Aku sendiri seorang pekerja dan aku pengen terus kerja mengejar impianku dalam hal berkarir. Tapi ketika hal itu disalahgunakan akan berabe jadinya. Ada yang pada akhirnya malah jadi tulang punggung keluarga. Suaminya yang ga mau nyari kerjaan, istrinya susah sendiri. (Hal ini ga berlaku kasus dimana ada suami yang jadi bapak rumah tangga dan istri yang berkarir. Kalau mereka memang memutuskan begitu, itu baik buat mereka karena didasarkan keputusan bersama.)
Aku ngomong hal ini karena menurut aku, emansipasi wanita itu udah disalahgunakan. Kalau boleh aku artikan dengan bahasaku sendiri, emansipasi itu adalah kesederajatan wanita dan pria yang sama di hadapan Tuhan. Wanita juga punya kesempatan yang sama untuk berkarir dan melakukan hal-hal yang sama seperti pria, layaknya seperti seorang manusia biasa. Namun emansipasi itu ada saat itu adalah keinginan wanita. Kehendak bebas mereka untuk menentukan dan bukannya ditentukan oleh orang lain, sekalipun itu suami mereka.
Tentu hal ini jadi berbeda ketika wanita itu sendiri dengan sukarela mengejar karir demi keluarga. Itu berarti memang dari wanita itu sendiri. Tentunya hal ini banyak bedanya.
Mungkin banyak lelaki yang akan komplen soal hal ini, tapi cobalah melihat dari sisi lain. Wanita memang ditakdirkan untuk menjadi penolong tapi bukan pembantu. Mereka ada di bawah kuasa lelaki bukan untuk ditaklukkan tapi untuk dilindungi. Tuhan juga bicara bahwa wanita pun diciptakan menurut rupa-Nya. Itu artinya, keduanya baik laki-laki ataupun perempuan sama di hadapan-Nya.
Untuk para lelaki, karena kalian diciptakan sebagai kepala keluarga, kalian ada untuk mengatur jalannya biduk rumah tangga kalian. Kalian ada sebagai satu kekuatan penuh bagi tiap anggota keluarga. Seberapa susahnya hal itu, buatlah keluargamu sebahagia mungkin. Bertanggung jawablah dalam menafkahi mereka, dalam setiap tugas yang telah Tuhan tetapkan atas kalian. Untuk mengusahakan 'tanah' kalian masing-masing sehingga anak istri dapat merasakan aman dalam naungan kalian. Kalian adalah kepala dari suatu rumah tangga dan jadilah seperti itu.
Emansipasi wanita ada saat itu memang pilihan si wanita tanpa dipaksa
Emansipasi datang saat wanita diberikan kebebasan untuk mengejar impiannya
Tapi emansipasi ternoda saat hal itu dipakai sebagai alasan untuk 'memberdayakan' wanita
Selamat Hari Wanita Sedunia
Berbeda dengan sepasang burung ini. Yang satu tetap bertengger di atas tembok, yang satunya terbang ke bawah kemudian mematuk nasi dan kembali lagi ke atas tembok. Dia kemudian memberikan nasi yang dia bawa kepada burung yang satunya. Berkali-kali dia lakukan hal tersebut.
Tiba-tiba, pikiranku membawaku pada hal yang belakangan ini kupikirkan, tentang emansipasi wanita. Oke, mungkin burung yang terbang berkali-kali itu berjenis kelamin jantan dan burung yang menunggu di atas tembok berjenis kelamin betina. Kalau emang benar begitu adanya, aku melihat keindahan. Gimana seekor burung jantan bertindak begitu jantan dan bertanggung jawab dengan memberi makan betinanya.
Judul artikel ini mungkin terdengar begitu sadis. Mengapa emansipasi wanita disamakan dengan perbudakan modern terhadap wanita? Itulah juga yang aku pertanyakan. Apakah mungkin sekarang semuanya sudah beralih pada hal tersebut?
Firman-Nya kepada perempuan itu : "Susah payahmu waktu mengandung akan Kubuat sangat banyak; dengan kesakitan engkau akan melahirkan anakmu; namun engkau akan berahi kepada suamimu dan ia akan berkuasa atasmu." Lalu firman-Nya kepada manusia (pria) itu : "Karena engkau mendengarkan perkataan isterimu dan memakan dari buah pohon, yang telah Kuperintahkan kepadamu : Jangan makan daripadanya, maka terkutuklah tanah karena engkau; dengan bersusah payah engkau akan mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu : semak duri dan rumput duri yang akan dihasilkannya bagimu, dan tumbuh-tumbuhan di padang akan menjadi makananmu; dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau diambil; sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu."
Dari kalimat di atas, keliatan jelas sejak manusia jatuh dalam dosa, yang cowok disuruh kerja dan berat. Yang cewek ngelahirin dengan susah payah bahkan kesakitan. Tapi aku ngeliat ya, di jaman ini ga lagi kayak gitu.
Di jaman dulu, aku tuh suka banget dengan tipe cowok yang kalau berani berumah tangga, berarti mereka rela buat nafkahin keluarganya. Mereka ngerjain apa aja pokoknya yang penting keluarganya cukup makan dan sandang. Bahkan rela kerja buat bisa penuhi masalah papan. Contoh nyatanya tuh kayak Yakub. Dia rela kerja buat ngelamar istrinya. Meski ditipu, dia rela kerja lagi buat dapetin gadis pujaannya. Abis itu, dia juga kerja demi dapet ternak sampai dia punya kekayaan yang lumayan.
Dia ga nyuruh tuh istrinya buat kerja. Tapi istrinya memang mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Dan itu masih berlaku menurut aku sampai sekarang.
Mau dibilang kolot, mau dibilang udah ketinggalan jaman, menurut aku begitulah akar keluarga yang benar. Si suami jadi pencari nafkah dan si istri jadi koordinator di rumah. Kepala rumah tangga tetap dipegang suami. Istri harus tunduk pada suami dan suami jadi penolong.
Kalau sekarang, aku kok skeptis dan nganggap bahwa cowok sekarang ga cukup jantan. Ya alasannya itu, dengan alasan emansipasi wanita (karena udah banyak wanita yang berkarir), mereka pikir para wanita pun harus kerja untuk membiayai kehidupan keluarga. Sudah sewajarnya kalau wanita juga kerja.
Aku bukannya ga suka kerja. Aku sendiri seorang pekerja dan aku pengen terus kerja mengejar impianku dalam hal berkarir. Tapi ketika hal itu disalahgunakan akan berabe jadinya. Ada yang pada akhirnya malah jadi tulang punggung keluarga. Suaminya yang ga mau nyari kerjaan, istrinya susah sendiri. (Hal ini ga berlaku kasus dimana ada suami yang jadi bapak rumah tangga dan istri yang berkarir. Kalau mereka memang memutuskan begitu, itu baik buat mereka karena didasarkan keputusan bersama.)
Aku ngomong hal ini karena menurut aku, emansipasi wanita itu udah disalahgunakan. Kalau boleh aku artikan dengan bahasaku sendiri, emansipasi itu adalah kesederajatan wanita dan pria yang sama di hadapan Tuhan. Wanita juga punya kesempatan yang sama untuk berkarir dan melakukan hal-hal yang sama seperti pria, layaknya seperti seorang manusia biasa. Namun emansipasi itu ada saat itu adalah keinginan wanita. Kehendak bebas mereka untuk menentukan dan bukannya ditentukan oleh orang lain, sekalipun itu suami mereka.
Tentu hal ini jadi berbeda ketika wanita itu sendiri dengan sukarela mengejar karir demi keluarga. Itu berarti memang dari wanita itu sendiri. Tentunya hal ini banyak bedanya.
Mungkin banyak lelaki yang akan komplen soal hal ini, tapi cobalah melihat dari sisi lain. Wanita memang ditakdirkan untuk menjadi penolong tapi bukan pembantu. Mereka ada di bawah kuasa lelaki bukan untuk ditaklukkan tapi untuk dilindungi. Tuhan juga bicara bahwa wanita pun diciptakan menurut rupa-Nya. Itu artinya, keduanya baik laki-laki ataupun perempuan sama di hadapan-Nya.
Untuk para lelaki, karena kalian diciptakan sebagai kepala keluarga, kalian ada untuk mengatur jalannya biduk rumah tangga kalian. Kalian ada sebagai satu kekuatan penuh bagi tiap anggota keluarga. Seberapa susahnya hal itu, buatlah keluargamu sebahagia mungkin. Bertanggung jawablah dalam menafkahi mereka, dalam setiap tugas yang telah Tuhan tetapkan atas kalian. Untuk mengusahakan 'tanah' kalian masing-masing sehingga anak istri dapat merasakan aman dalam naungan kalian. Kalian adalah kepala dari suatu rumah tangga dan jadilah seperti itu.
Emansipasi wanita ada saat itu memang pilihan si wanita tanpa dipaksa
Emansipasi datang saat wanita diberikan kebebasan untuk mengejar impiannya
Tapi emansipasi ternoda saat hal itu dipakai sebagai alasan untuk 'memberdayakan' wanita
Selamat Hari Wanita Sedunia
Subscribe to:
Posts (Atom)