Siang itu, saya naik angkot 43 menuju Bantar Gebang. Awalnya sih ga saya perhatiin keluarga ini karena ya terlihat biasa aja. Kebetulan saya duduk di sebelah istrinya, anaknya berhadapan dengan kami duduknya, sementara sang suami duduk di depan, di samping abang sopir yang penuh tato di tangannya.
Saya cukup heran ngeliat betapa sang anak cewek, yang notabene udah remaja, suka tersenyum pada ibunya sendiri saat ibunya bicara. Bahkan dia tidak terlihat seperti remaja yang sedang mencari jati diri, jika kamu tahu maksud saya. Dia tahu persis bahwa dia ingin menghabiskan waktu liburannya dengan ayah ibunya. Dia tersenyum saat ibunya menyilahkan saya duduk di sampingnya, bukannya hanya melihat gadget seperti yang dilakukan banyak anak lainnya.
Beberapa saat kemudian, sang ayah menoleh ke belakang. Awalnya, saya ga tahu kalau itu ayahnya, tapi ternyata dia bicara dengan sang istri. Saat bicara itupun, tak sekalipun matanya melirik 'nakal' melihat wajah yang lain. Tatapannya tertuju ke sang istri. Saya tahu karena saya sendiri melihatnya. Ternyata dia menunjukkan suatu tempat yang kayaknya merupakan tempat kenangan mereka. Ibunya pun lalu bilang gini ke anaknya, "Rumah sakit itu nggak berubah. Waktu ibu datang dulu juga gitu..." Anaknya tersenyum mendengar itu. Saya ambil kesimpulan, mungkin itu rumah sakit tempat anaknya dilahirkan? Hehhehe, mungkin aja kan...
Saat penumpang mulai agak penuh di bagian belakang, anaknya pun pindah ke depan. Taukah kamu apa yang dilakukan sang ayah? Dia terus bicara dan bicara sambil meletakkan tangannya di belakang bahu sang anak. Beberapa kali bahkan sempat membuat sopir angkot yang galak dan penuh tatoan itu pun tersenyum. Hal itu juga menarik perhatian saya. Seolah-olah dunia mereka mengecil dan di dalam angkot itu hanya ada mereka berdua. Saya jadi tahu mengapa anaknya merasa secure/nyaman ketika berada di dekat ortunya. Dia ngeliat bahwa mereka udah kayak temen. Bahkan anaknya ngomong gini ke bapaknya tanpa ragu, "Abisnya, bapak ngomong mulu sih..." sambil tertawa. Tapi ayahnya terus aja bicara, seolah-olah itulah waktu yang mereka punya dan dia ingin menghabiskan waktu itu dengan anaknya.
Saat udah hampir mencapai tujuan, sang suami langsung ngeluarin uang buat bayar angkot. Tahu ga apa yang dia lakukan setelah itu? Bersama anaknya, dia nungguin istrinya turun dengan agak susah karena pake hak tinggi. Dia nangkep tangan istrinya yang hampir jatuh dan kemudian seperti mau menciumnya gitu. It's makes me amazed. Setelah angkot berjalan, saya terus memperhatikan bagaimana mereka dituntun sang suami nyeberang. Tapi kejadian itu membekas banget lho di hati saya.
Saya ngeliat ada dua wanita, yang satu dewasa, yang satu remaja menyerahkan hidup mereka sepenuhnya dalam tangan sang suami karena mereka tahu si suami akan ngasih yang terbaik dan peduli pada mereka. Bahkan sang suami ga malu-malu buat nunjukin cinta itu kepada anak dan istrinya. Hal itu membawa pelajaran yang luar biasa dalam hidup saya.
Suami / ayah yang baik, karena mereka adalah kepala rumah tangga, akan membawa keluarganya menjadi keluarga yang harmonis. Hal yang sebaliknya juga begitu. Karena banyaknya saya melihat keluarga yang tidak harmonis, maka ketika menemukan kejadian seperti ini membuat saya sadar betapa jauh berbedanya.
Kita tidak bicara tentang agamanya, pendidikannya, atau latar belakangnya. Tapi kita bicara tentang hatinya dan bagaimana hatinya itu meluap dalam bentuk tindakan cinta buat keluarganya. Sayangnya, saya ga ambil foto mereka. Kalau nggak kan, bisa dipajang nih...
ini buat ilustrasi aja, itu keluarga kakak saya di atas :D |
No comments:
Post a Comment