Kata Daniel, temanku, hidup ini adalah pilihan. Kata-kata itu bergema di otakku sepanjang hari ini. Ketika aku merasa sedih, gelisah, marah, kecewa, nangis, ataupun bahagia, semuanya itu adalah pilihan yang telah aku ambil.
Tidak hanya dalam hal perasaan. Kita juga membuat sebuah keputusan saat dihadapkan pada pilihan. Ingin makan mie atau bakso. Ingin menghasilkan yang terbaik atau kerja ogah-ogahan. Ingin tetap kecewa sama temen atau mengampuni.
Katanya lagi, seringkali setelah pilihan itu kita ambil, kita malah bertanya kepada Tuhan. "Tuhan, mengapa Engkau biarkan ini terjadi? Mengapa Engkau membuat aku sedih, dan lain sebagainya...."
Pertanyaanku pada diriku saat itu adalah, "Apakah aku sudah mengambil keputusan yang tepat?"
Hmmmm, rasa-rasanya tidak.
Hari ini aku mengambil keputusan untuk taat akan apa yang Tuhan katakan melalui orang-orang dan kejadian di sekitarku. Aku harus bertanggung jawab atas keputusan yang dulunya sudah aku ambil. Aku harus belajar bahwa di atas segalanya aku harus selalu terkoneksi dengan Tuhan, menurut buku "Menanti Mr. Right". Aku juga harus menghargai hidup, sekecil apapun kejadian aku tahu itu indah, kata suara hatiku.
Jika sudah membuat keputusan, maka aku harus melangkah. Aku akan mulai dengan langkah kecil, dan aku berharap bukan hanya melangkah, tapi juga melangkah sampai garis akhir, seperti yang dikatakan oleh pembicara di chapel kantor.